Sabtu, 24 September 2011

                      Sha Wu Jing  吳靜

Wujing pada mulanya merupakan umum di Surga, lebih spesifik sebuah Mengangkat 

Tirai Umum大将 ( 卷帘 dàjiàng juǎnlián ) Tanpa disadarinya,  ia   menghancurkan -

Vas berharga.   Sumber   lain   menyebutkan  bahwa  dia melakukan ini secara tidak

sengaja,  dan   dalam   Perjalanan ke seri Barat, itu kecelakaan. Namun demikian, ia

dihukum oleh Kaisar Langit, dia di hukum pukulan sebanyak 800 kali dengan tongkat


dan diasingkan ke bumi, di mana ia akan reinkarnasi sebagai pasir pemakan manusia- 


iblis yang mengerikan. Di sana, ia  tinggal    di Liúshā-ia ( 流沙河, Luu Sa Hà di Han


Vietnam, "mengalir-pasir sungai", atau "pasir-sungai ", nama  modern   Kaidu  Sungai ).


Setiap hari, tujuh pedang terbang yang dikirim dari surga yang akan menusuk dada  dia


sebagai hukuman kepadanya. Akibatnya, ia harus tingga di  sungai   untuk   menghindari


hukuman. Penampilan Wujing agak mengerikan, ia memiliki janggut merah  dan  kepala-


nya  sebagian   botak,  sebuah kalung yang terdiri dari tengkorak membuatnya   bahkan


lebih mengerikan. Dia masih membawa senjata ia di Surga, sebuah yuèyáchǎn,   seorang


staf   berkepala  ganda dengan bulan-sabit (yuèyá) pisau di satu ujung dan sebuah sekop


( chǎn )  pada  yang   lain,  dengan    enam    xīzhàng   cincin   di   bagian   sekop   untuk


menunjukkan status  asosiasi  keagamaan-nya.  Ada   cerita    menarik  tentang    kalung


tengkorak Sebuah kelompok  awal   dari   sembilan   biarawan di   barat   ziarah   untuk


mengambil tulisan suci  mereka  menemui   ajalnya  di   tangan Wujing. Meskipun    per-


mohonan mereka untuk belas kasihan, ia memakannya sampai habis, mengisap  sumsum 

dari tulang mereka, dan melemparkan tengkorak  mereka   ke    sungai,  Namun    tidak


seperti korban yang lain yang tulangnya di tenggelamkan ke dasar sungai tengkorak  para


biarawan itu  melayang. Ini    membuat   Wujing   terpesona  dan    senang,    yang   halus


mereka pada tali dan bermain dengan mereka setiap kali   ia   merasa  bosan.  Kemudian,  


Guanyin, para Bodhisattva kasih   sayang, dan   murid -  nya   Pangeran   moksa   datang  


mencari pengawal yang kuat dalam mempersiapkan perjalanan   Xuanzang    barat    yang


direkrut. Wujing dalam pertukaran untuk beberapa  bantuan   dari   penderitaannya.   Dia


kemudian dikonversi dia dan memberinya   nama   saat   ini,  Sha Wùjìng.   Nama   Nya  


 Sha    ( " pasir " )   diambil   dari   rumahnya   sungai,   sementara   itu   Buddha   nama   


Wùjìng    berarti "   terbangun    kemurnian " atau "   menyadari   kesucian ".    Akhirnya,


ia   diperintahkan   untuk    menunggu   seorang    biarawan   yang   akan   meminta  dia.


Ketika   Wujing    tidak  memenuhi    Xuanzang,   ia   dikira   musuh  dan  diserang oleh


Sun      Wukong   dan   Zhu    Bajie.    Guanyin      dipaksa   untuk     campur     tangan 


demi perjalanan.   Setelah   semuanya   jelas,   Wujing   menjadi    ketiga    murid    dari


Xuanzang, yang memanggilnya Sha héshàng   沙和尚,   yaitu  " Imam Pasir ",    sebuah


héshàng   adalah seorang biarawan Buddha atau  imam   dalam  perubahan   kuil, dalam  


bahasa   Jepang, Osho. Sekarang,   ia  terbungkus   dalam   Buddha    peziarah    jubah


dan    tengkoraknya    kalung   itu   berubah menjadi biarawan satu. Penampilannya juga


berubah dari sekarang  ia lebih mirip manusia, namun masih jelek. Selama Perjalanan  ke  


Barat, kemampuan berenang nya cukup berguna. Dia selalu membawa labu   kecil  yang


ia   bisa   berubah  menjadi  satu   besar   untuk   menyeberang   sungai.   Wujing   sebe-


narnya   hatinya   baik,  patuh dan sangat   setia   kepada   tuannya,   di   antara   tiga  ia


adalah kemungkinan yang paling sopan dan paling logis. Pada   perjalanan    terakhirnya,


Buddha   mengubah   dirinya menjadi arhat  atau   luohan    dikenal   sebagai      Golden


bertubuh   Arhat (  金身罗汉, Cina :   Jinshēn    Luóhàn ).   Sebagai    murid     ketiga,


meskipun   pertempuran   keterampilan yang tidak  begitu   besar   seperti   yang   dari


Wukong atau  Bajie, ia  masih  seorang pejuang  besar    melindungi    Xuanzang   dan


dapat    menggunakan      kecerdasan     serta     kekuatannya    untuk    mengalahkan


musuh.     Dia    tahu    hanya    18    bentuk      transformasi    dan     mengakui     ini.


Ini hanya sekilas cerita singkat Mengenai    Sha Wu Jing,    kalau     ada      kesalahan  


Mohon  di   Maafkan...    BBU.

Tian Shang Sheng Mu ( Thian Siang Sing Bo -Hokkian )

Tian Shang Sheng Mu ( Thian Siang Sing Bo -Hokkian ) dikenal juga dengan sebutan Ma Zu atau Tian Hou. Tian Shang Sheng Mu adalah seorang wanita yang pernah hidup di daerah Fu Jian, tepatnya di pulau Mei Zhou dekat Pu Tian, namanya Lin Mo Niang ( Lim Bik Nio -Hokkian ). Ayahnya Lin Yuan, pernah menduduki jabatan sebagai pengurus di propinsi Fu-Jian.

Karena kehidupannya yang sederhana dan gemar berbuat kebaikan, orang menyebutnya sebagai Lin San Ren yang berarti Lin orang baik. Mo Niang dilahirkan pada masa pemerintahan kaisar Tai Zu dari Dinasti Song utara, tahun Jian-long pertama, bulan 3 tanggal 23 Imlik ( tahun 960 Masehi ), malam hari. Selama sebulan sejak dilahirkan, ia tidak pernah menangis sama sekali, sebab itulah ayahnya memberi nama Mo Niang kepadanya. Huruf Mo berarti diam.

Sejak kecil Lin Mo Niang ( Lim Bek Nio - Hokkian ) telah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Pada usia 7 tahun ia telah masuk sekolah, dan semua pelajaran yang diterima tidak pernah dilupakan. Kecuali belajar, ia juga tekun sekali bersembahyang. Ia sangat berbakti pada orang tuanya, dan suka menolong tetangga-tetangganya yang sedang dirundung malang. Sebab itu penduduk desa sangat menghormatinya.

Konon Tai Shang Lao Jun memberikan sebuah kitab suci rahasia. Dari kitab itulah kemudian Lin Mo Niang belajar banyak ilmu gaib untuk mengusir roh-roh jahat dan menolong para nelayan yang sedang menghadapi musibah ditengah lautan. Ia faham sekali ilmu falak dan peredaran cuaca, sebab itu ia dapat mendatangkan hujan pada saat kekeringan. Kehidupan ditepi laut menempanya menjadi seorang gadis yang tak gentar menghadapi dahsyatnya gelombang dan angin taufan yang menghantui para pelaut. Kecuali itu, ia dapat juga menyembuhkan orang sakit, kemahirannya dalam pengobatan ini menyebabkan orang-orang desanya menyebutnya sebagai ling nu, yang berarti gadis mukjijat, œlong nuatau gadis naga dan shen gu atau bibi yang sakit.

Dalam legenda diceritakan, bahwa dalam usia 23 tahun, ia berhasil menaklukkan 2 siluman sakti yang mengausai pegunungan Tao Hua Shan. Kedua siluman itu, yaitu Qian Li Yan yang dapat melihat sejauh ribuan li, dan Sun Feng Er yang dapat mendengar ribuan pal,akhirnya menjadi pengawalnya. Selanjutnya wanita sakti ini banyak membantu rakyat membasmi kejahatan dan menolong kapal-kapal yang diserang badai. Karena perbuatan-perbuatan mulia inilah namanya segera terkenal di seluruh propinsi.

Pada usia 28 tahun, yaitu pada masa pemerintahan kaisar Tai Zong, tahun Yong-xi ke 4, tanggal 16 bulan 2 Imlek, bersama ayahnya ia berlayar. Tapi ditengah jalan perahunya dihamtam gelombang dan badai lalu tenggelam. Tanpa memperdulikan keselamatannya ia berusaha menolong ayahnya,tapi akhirnya keduanya tewas bersama-sama. Sebuah versi lain mengatakan bahwa ia tewas, Tapi diangkat kelangit bersama raganya. Dikisahkan bahwa pergi itu, penduduk Mei-Zhou melihat bahwa awan warna-warni sedang menyelimuti pulaunya, diangkasa terdengar tetabuhan yang sangat merdu dan terlihat Lin Mo Niang perlahan-lahan naik keangkasa untuk dinobatkan menjadi Dewi. Penduduk dengan hati tulus lalu mendirikan sebuah kelenteng ditempat Mo Niang diaangkat ke Sorga, setahun kemudian. Tahun kenaikannya ini jatuh tahun 987 Masehi, tepat 1000 tahun yang lalu. Kelenteng yang didirikan di Mei-zhou ini merupakan kelenteng pemujaan tian Shang Sheng mu yang pertama di Tiongkok.

Pada masa Dinasti Song, perdagangan maritime dari propinsi Fujian sangat berkembang. Tapi para pelaut sadar bahwa hidup ditengah lautan selalu penuh dengan mara-bahaya yang bias mengancam setiap saat. Untuk memohon perlindungan dan keselamatan,maka Lin Mo Niang kemudian dianggap sebagai Dewi pelindung para pelaut. Dan kemana-mana patungnya selalu dibawa serta. Keselamatan mereka dalam pelayaran di anggap anugerah dan perlindungan dari Dewi ini. Dan kisah-kisah tentang pemunculan sang Dewi dalam memberi pertolongan pada para pelaut mulai satu-perstu tersebar. Pada tahun 1122 masehi, kaisar Song Hui Zong memerintahkan seorang menteri yang bernama Lu Yun Di untuk menjadi Duta ke negeri Gaoli (Korea sekarang). Dalam perjalanan rombongan ini dihantam badai,dari 8 buah kapal yang dinaiki 7 buah tenggelam. Hanya yang ditumpangi oleh Lu Yun Di saja yang terselamatkan sang Duta heran bukan main, ia bertanya kepada para anak buahnya siapakah Dewa yang telah menyelamatkan mereka.

Diantaranya pengiringnya itu ada seorang yang kebetulan berasal dari Pu Tian dan biasa bersembayang kepada Dewi Ma Zu ini. Ia lalu mengatakan pada Lu Yun Di bahwa mereka diselamatkan oleh Dewi yang berasal dari pulau Mei-zhou yaitu Lin Mo Niang atau sering disebut Ma Zu. Lu Yun Di lalu melaporkan hal ini pada kaisar Song Hui Zong. Sebagai penghormatan sang Kaisar memberi gelar Sun Ji Fu Ren kepada Lin Mo Niang dan sebuah papan bertuliskan Sun-Ji yang berarti pertolongan yang sangat dibutuhkanâ, hasil tulisan tangan sang Kaisar lalu di pasang dikelenteng di Me-zhou. Sejak itulah pemujaan terhadap Ma Zu mulai mendapat pengakuan resmi dari kerajaan. Sejak jaman Dinasti Song sampai Qing, tidak kurang dari 28 gelar kehormatan telah dianugerahkan oleh kerajaan kepada Ma Zu. Gelar-gelar itu antara lain adalah Fu Ren yang berarti nyonyah agung, Tian Hou atau Tian Fei yang berarti Permaisuri Sorgawi, Tian Shang Sheng Mu Bunda Suci dari Langit dan Ma Zu Po yang berarti Bunda Ma Zu.

Sejak jaman Song itulah, di kota-kota utama sepanjang pantai Tiongkok timur yang memanjang dari utara ke selatan seperti Dan-dong, Yan-tai, Qinhuang-dao, Tian-jin, Shang-hai, Ning-po, Hang-zhou, Xia-men, Guang-zhou, Maco dan lain-lain bermunculan kelenteng-kelenteng yang memuja Dewi Pelindung lautan ini.Ma Zu sudah menjadi pujaan para pelaut dari seluruh negeri,tidak terbatas bagi mereka yang berasal dari Mei-zhou saja. Sudah menjadi kebiasaan pada waktu itu, sebelum pelayaran dimulai, diadakan sembahyang besar untuk perlindungannya. Pada tiap-tiap kapal pun selalu di sediakan ruang pemujan untuk patungnya. Pelaut kenamaan pada jaman Dinasti ming, Zheng He, yang dikenal dengan sebutan San Bao Da Ren ( Sam Po Tai Jin hokkian), walaupun seorang Islam, tidak melupakan kebiasaan ini, Tujuh kali Zheng He memimpin armada besar yang terdiri dari puluhan kapal, mengunjungi perbagai negeri Asia dan Afrika.

Tiap kali akan memulai pelayarannya, ia selalu memimpin upacara sembahyang besar untuk mohon perlindungan akan keselamatan perjalannya kepada Tian Sheng Mu atau Ma Zu, pada tahun ke tujuh pemerintahan Kaisar Yong Le dari Dinasti Ming (1409 Masehi), dalam pelayarannya yang ketiga kali, Zheng He menyempatkan diri dengan perintah Kaisar untuk bersembahyang di kelenteng Ma Zu di pulau Mei-Zhou. Sebuah prasasti peningglan Zheng He yang terdapat di Zhang-le, propinsi Fu-jian, secara teliti menyebutkan bahwa keselamatan perjalannya sampai ia berhasil menyelesaikan tugas melakukan kunjungan muhibah ke negeri asing sebanyak tuju kali, adalah berkat kemujijatan dan perlindungan Tian Shang Sheng Mu. Gelar Tian Fei di anugerahkan kepada Ma Zu juga pada jaman Dinasti Ming pada pemerintahan kaisar Yong Le berkat perlindungannya pada armada Zheng He.

Kira-kira pada jaman Ming inilah, bersamaan dengan semakin banyaknya penduduk propisi Fujian yang pergi merantau. Pemujaan kepada Ma Zu memasuki pulau Taiwan. Kelenteng Ma Zu tertua di wilayah propinsi Taiwan adalah yang terdapat di kota Ma-gong, kepulauan Penghu. Dewasa ini di Taiwan terdapat tidak kurang dari 800 buah kelenteng Ma Zu, dan hampir dua pertiga penduduknya memuja arcanya di dalam rumah. Kelenteng Ma Zu yang paling ramai dikunjungi orang dan mungkin terbesar di Taiwan adalah di Bei-geng, patung Tian Fei yang dipuja di sini berasal dari Meizhou yang dibawa kesana pada tahun ke 33 pemerintahan Kaisar Kang Xi ini. Karena dianggap telah melindung keselamatan rombongan utusan keraja Qing yang sedang berlayar menuju Taiwan. Dengan demikian Beigang dianggap sebagai tempat suci bagi pemujaan Ma Zu. Tiap tahun bertepatan dengan ulang tahunnya yang jatuh pada tanggal 23 bulan 3 Imlik, ratusan ribu warga Taiwan membanjiri kota ini untuk berjiarah.

Pemujaan kepada Ma Zu, bersamaan dengan menyebarnya para perantau Tionghoa keberbagai tempat, juga bermunculan di banyak Negeri. Di Negeri-Negeri seperti Jepang, Amerika Serikat, Singapur, Malaysia, Indonesia, Philipina dan lain-lain,dimana banyak bermukim para Tionghoa perantau banyak dijumpai kelenteng Ma Zu. Di Jepang, pemujaan Ma Zu diperkirakan mulai pada akhir Dinasti Ming. Di salah satu kota kecil yang dalam bahasa Tionghoa disebut Sui-hu,di Jepang, Ma Zu telah dimasukkan dalam jajaran Dewata Jepang dan dipuja di kuil utama kota itu. Jepang terdapat tidak kurang dari 100 buah kuil Ma Zu.

Tahun lalu (1987) bertepatan dengan Ulang tahun wafatnya Lin Mo Niang yang ke 1000, pada tanggal 31 bulan Oktober, dilangsungkan upacara peringatan besar-besaran di Mei-zhou di antara khalayak yang berbondong-bondong itu terdapat beberapa ratus warga Taiwan yang mengususkan untuk hadiri disitu sekaligus melampiaskan keinginannya untuk mengunjungi dan berjiarah di kelenteng leluhur. Banyak diantara mereka yang membawa arca Ma Zu dari Taiwan untuk di sembayangkan di sana, dalam upacara yang disebut Ma Zu pulang ke kampung halaman. Juga tidak sedikit yang membawa pulang arca-arca yang disediakan oleh kelenteng Ma Zu untuk di puja di Taiwan.

Dalam kesempatan itu juga diadakan seminar yang dihadiri oleh kira-kira 60 orang ahli sejarah untuk membahas segala sesuatuyang berkaitan dengan pemujaan Ma Zu. Kemudian pada tanggal 31 Oktober, diadakan upacara peletakan batu pertama untuk pembangunan patung peringatn untuk Tian Shang Mu, dan pembukaan selubung untuk miniaturnya, di puncak bukit Mei-feng Shan ditengah pulau itu 12 orang yang terdiri dari wakil-wakil perantau Tionghoa dari luar negari, Taiwan, Hongkong dan macao melakukan acara urung tahun untuk pondasi patung tersebut. Diharapkan pada tanggal 23 bulan 3 tahun 1989 mendatang bertepatan dengan ulang tahun kelahiran Ma Zu, patung dewi pelindung para pelaut yang sangat dihormati itu sudah berdiri tegak di puncak Mei-feng Shan menghadap selat Taiwan.

Mengenai mengapa Tian Shang Sheng Mu disebut Ma Zu (Ma Couw - Hokkian) atau Ma Zu po (Ma Couw po - Hokkian), dalam buku Tian Shang Sheng Mu Jing (Thian Siang Sen Bo Keng -Hokkian) atau kitab pujian kepada Tian Shang Sheng Mu disebut begini pada dinasti Tang ada seorang pendeta suci yang disebut Dao Yi Chan Shi ( To Li Sian - hokkian), beliau bernama Ma Zu. Sheng Mu yang hidup pada jaman dinasti Song adalah penitisan dari Ma Zu yang hidup pada jaman dinasti Tang ini. Hanya kemudian huruf Ma pada nama keluarga pendeta Ma Zu diganti dengan huruf Ma yang berarti ibu,agar sesuai dengan Sheng Mu yang berarti ibu yang suciâ. Dari sinilah sebutan Ma Zu berasal.

Tian Shang Sheng Mu selalu ditampilkan sebagai seorang dewi yang cantik dan berpakaian kebesaran seorang permaisuri, dan dikawal oleh kedua ibelis yang pernah ditklukkan yaitu Qian Li Yan (Si mata seribu Li) dan Sun feng Er (Si Kuping Angin Baik). Qian Li Yan dapat melihat jauh sekali, berkulit hijau kebiru-biruan mulutnya bertaring, senjatanya tombak bercagak. Sun Feng Er berkulit merah kecoklatan, mulutnya juga bertaring,bersenjata kapak bergagang panjang, dan dapat mendengar sampai jauh sekali. Biasanya ditempat pemujaan Tian Shang Sheng Mu terdapat juga altar untuk memuja Zhong Tan Yuan Shuai (Tiong Than Goan Swee -hokkian) atau Li Ne Zha (Li Lo Cia- Hokkian). Ne Zha adalah salah satu dari Wu Ying Jiang (5 komandan yang bertugas mengawal orang-orang suci dan tangsi langit).

Kong Hu Cu 崗胡立方米

                                                        Kong Hu Cu 崗胡立方米

Kong Zi ( Kong Cu – Hokkian) lahir pada tahun 551 SM dan wafat pada tahun 479 SM. Nama aslinya adalah Qiu atau Zhong Ni. Ia dilahirkannya di Zouyi di negeri Lu (sekarang Qufu, propinsi Shandong). Beliau adalah seorang Nabi, filsuf, politikus dan ahli pendidikan besar yang pernah hidup di Tiongkok pada akhir masa Chunqiu (770 – 475 SM). Ia juga merupakan penerus aliran Ru-jiao dan pendiri Konfusianisme.

Dia telah menjadi orang yang dihormati di negerinya karena ilmunya, pada usia 30 tahun. Banyak orang datang berguru kepadanya. Sebab itu ia kemudian mendirikan sebuah sekolah semacam institute sekarang yang menampung para peminat yang akan belajar, tanpa membedakan asal-usul dan derajat mereka. Kong Zi lah yang pertama kali memperkenalkan sistem sekolah dan universitas modern. Berdasarkan sistem pengajaran yang diterapkan di sekolah yang didirikannya. Hal ini sekaligus mendobrak monopoli pendidikan oleh kaum bangsawan dan memperluas kesempatan kalangan masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang lebih layak.


Pada usia 50 tahun Kong Zi memangku jabatan Si-kong (Menteri Urusan Proyek Pembangunan) dan kemudian Si-kong (Menteri Urusan Peradilan dan hukum). Ia pernah juga menjadi Pejabat Perdana Menteri di negeri Lu tersebut. Konon, berkat bimbingan Kong Zi, negeri Lu menjadi sebuah negeri yang tertib dan aman di mana “rakyat tidak perlu menutup pintu diwaktu malam dan barang tercecer di jalan tidak ada yang memungut”.
Demi mengembangkan ajaran-ajaran moralnya, Kong Zi pada tahun 497 SM melakukan perjalanan ke negeri-negeri selama 13 tahun untuk memberi ceramah. Ia menjelajahi negeri-negeri Wei, Chen, Song, Zheng, Chai dan Chu, tapi karena ajaran-ajarannya dianggap tidak berguna bagi negeri-negeri yang selalu ingin berperang itu, ia menjadi sedikit kecewa.

Ia kembali ke negeri Lu pada usia 68 tahun, meskipun tetap dihargai sebagai sesepuh, ajaran-ajarannya tidak lagi mendapat tempat di situ. Karena politik yang dianjurkan tidak mendapat perhatian, Kong Zi akhirnya memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan. Seluruhnya ada 3.000 orang murid yang berguru kepadanya, diantara mereka yang terkemuka ada 72 orang, yang seringkali dijuluki “72 orang bijak”. Di antara murid-murid itu ada yang memangku jabatan tinggi, tapi mereka tak henti-hentinya minta petunjuk dari guru mereka. Golongan terpelajar ajaran Kong Zi ini membentuk suatu aliran intelektual yang dikenal sebagai “Ru-jia” yang arti harfiahnya adalah Golongan Terpelajar.
Kong Zi adalah seorang ilmuwan yang pengaruhnya dalam sejarah Tiongkok sangat besar. Inti pokok ajarannya adalah filsafat yang berdasarkan asas “ren” yang bias diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai “kebajikan”. Orang selalu mendahulukan kepentingan orang lain, hidup saling hormat-menghormati dan saling mengasihi adalah inti-sari dari ajaran “ren” ini. “ren” adalah standar moral tertinggi bagi seseorang yang dicerminkan dalam tingkah laku yang bersusila atau “li”. ”Ren” tercermin dari watak, sedangkan “Li” dari tingkah laku.
Dalam masalah politik, Kong Zi menentang penarikan pajak yang memberatkan rakyat. Ia menekankan kesederhanaan dan pengamatan. Dalam menjalankan pemerintahan, dia menekankan perlunya moral yang baik dan kebajikan dalam mendidik. Dia tak menyutujui penggunaan kekerasan dan ancama hukuman berat yang sewenang-wenang.

Pemujaan terhadap Kong Zi, dimulai pada jaman kaisar Han Wu Di (Han Bu Te – Hokkian) dari dinasti Han (206 SM – n220 SM). Kaisar – kaisar pada jaman berikutnya mengikuti teladannya. Kelenteng Kong Zi sejak jaman itu didirikan dimana-mana, sekaligus sebagai tempat pendidikan sastra dan pendidikan kebudayaan. Sebab itu kelenteng Kong Miao (Kuil Pemujaan Kong Zi) disebut juga Wen Miao (Bun Bio – Hokkian) yang berarti kelenteng kesusastraan. Kong Miao terbesar sekarang ini terdapat di Qufu, propinsi Shandong, yang didirikan dekat  kelahiran Kong Zi dan juga makamnya. Satu – satunya kelenteng di Indonesia yang khusus memuja Kong Zi ada di Surabaya, yang didirikan atas anjuran Kang You Wei, yang pada waktu itu sempat singgah di Indonesia dalam pelariannya.
Tiap tahun di kelenteng Wen Miao, baik di Qufu ataupun dimana saja di seluruh Tiongkok (termasuk Taiwan), pada tanggal 27 bulan 8 Imlek, diadakan upacara peringatan hari ulang tahun Kong Zi secara besar-besaran.

Kelenteng Kong Zi atau Kong Miao biasanya memiliki suasana yang hening, tidak terlihat banyak asap Hio yang mengepul dan juga saji-sajian yang diatur di atas meja sembahyang. Di atas altar hanya tampak sejumlah papan pemujaan yang bertuliskan sebutan orang besar itu, yaitu Zhi-sheng-xian-shi (Ji Seng Sian Su-Hokkian) yang berarti Guru Teladan Sepanjang Masa, seperti yang terdapat di Wen Miao di Surabaya. Tapi di Qufu, di kelenteng utama Kong Miao di Shandong terdapat patung Kong Zi yang besar dengan pakaian kebesaran, bersama dengan nabi-nabi sebelumnya. Pada jaman Tang bahkan semua wanita pergi ke altar Kong Zi untuk memohon anak. Kebiasaan ini hilang pada jaman dinasti Song.
Pada masa yang lalu, keluarga terpelajar tentu mempunyai altar pemujaan Kong Zi, dengan sebuah papan yang bertuliskan Tian-di-jun-qin-shi yang berarti Junjungan guru langit dan bumi yang tercinta. Kemudian huruf “Jun” yang berarti junjungan atau raja diganti diganti dengan huruf “Guo” yang berarti Negara. Pada waktu anak mencapai usi untuk masuk sekolah, kepala keluarga biasanya membawa sang anak ke Kelenteng Kong Miao untuk membakar Hio dan bersembahyang. Hal ini dilakukan setelah memiliki hari baik untuk upacara itu.

Kong Zi adalah ilmuwan besar yang juga politikus, seorang ahli pendidikan, disamping seorang rohaniawan yang tangguh. Beliau tidak hanya seorang tokoh besar yang jarang ditemukan bandingannya di Tiongkok maupun di dunia luar dan tidak hanya Nabi dari Tiongkok, tapi merupakan Nabi Dunia. Perilakunya menjadi suritauladan bagi umat manusia, semangatnya dikenang oleh generasi seterusnya. Karena itulah, pengaruhnya di dunia internasional sangat besar.

Pengaruh-pengaruh ajaran Kong Zi berkembang pesat di Eropa dan mempengaruhi pikiran para pujangga di benua itu. Begitu tinggi penghargaan mereka, bahkan ada yang menganjurkan agar Kong Zi diangkat menjadi Santo dan ditambahkan dalam jajaran Santo Kaltholik. Diantara para pemuja Kong Zi di Eropa ini yang paling terkenal adalah seorang tokoh ilmuwan Perancis, Voltaire (1694 – 1778). Filsuf Perancis pada masa revolusi, Condorce, mengatakan bahwa kaidah politik yang pertama adalah adil, yang kedua adalah juga adil dan yang ketiga adalah tetap adil. 

Pandangan ini jelas sekali berasal dari ajaran Kong Zi yang mengatakan bahwa politik adalah keadilan. Semboyan revolusi Perancis terkenal yaitu Liberty (kebebasan), Equality (persamaan) dan Fraternity (persaudaraan) berasala dari ajaran humanisme Kong Zi. Seorang ahli filsafat bangsa Jerman, Chritian Wolff, sangat tertarik akan ajaran yang mengatakan bahwa politik dan ajaran kebajikkan harus bercampur jadi satu. Pandangan dan penghormatan Wolff pada filsuf dari timur ini mengakibatkan kegemparan di Universitas Halle.

Kita semua tahu bahwa bangsa Amerika sangat bangga akan Piagam Kemerdekaannya (declaration of Independence) yang menjadi dasar Negara Amerika Serikat. Sesungguhnya piagam yang terkenal ini sangat terpengaruh oleh ajaran Kong Zi. Pembuat naskah piagam kemerdekaan tersebut, Thomas Jefferson, pernah berkata “Manusia pada dasarnya adalah sama dan mempunyai hal paling hakiki yang tidak dapat ditiadakan. Hak yang paling hakiki adalah hak untuk memperoleh kehidupan yang layak, hak untuk bekerja dan bertempat tinggal yang layak……….” Dalam diskusi pembuatan naskah tersebut ada orang yang mengusulkan agar hak untuk mendapat pekerjaan dan memperoleh tempat tinggal yang layak diganti dengan hak untuk menjadi kaya. Mendengar ini Jefferson berkata “Apa yang aku katakan tadi berasal dari seorang Nabi Tiongkok, Kong Zi.

Kong Zi berkata bahwa seorang cendekiawan mendambakan kebajikan, sedangkan orang yang pengetahuannya rendah lebih mementingkan bagaimana menikmati hidup. Perkataan Kong Zi ini mencakup arti yang sangat dalam sekali,karena pikirannya begitu luas …”. Ketika mereka mendengar Jefferson menyebut nama Kong Zi, semua tertunduk. Dengan pernyataan Jefferson ini, jelas bahwa piagam kemerdekaan ini dipengaruhi pikiran-pikiran Kong Zi.

Pada tahun 1988 ada 74 pemenang hadiah Nobel ( dari berbagai disiplin ilmu ) mereka membuat semacam seruan bagi dunia dan begini bunyinya ; “ Jika peradaban manusia dibumi ini ingin bertahan, maka manusia dibumi ini harus menenggok kembali pada 25 abad sebelumnya untuk melihat dan mengaplikasikan ajaran-ajaran Khonghucu “

Sabtu, 03 September 2011

Anak laki-laki mengatasi masalah persis seperti pria dewasa.

 Banyak wanita meminta pasangan pria agar mengungkap hal yang mengganggu mereka. Namun, kebanyakan pria hanya cuek dan menganggap hal itu bukanlah sesuatu yang perlu dikatakan. Ini bukan berarti kekasih tidak peduli atau mencoba tampak kuat. 

Sebuah studi terbaru menyebutkan, sebagian besar pria berpikir bahwa mendiskusikan masalah dengan wanita hanya membuang-buang waktu. Sikap ini berlaku bukan hanya bagi pria dewasa, namun juga pada anak laki-laki. Penelitian, yang akan diterbitkan dalam jurnal Child Development, menemukan  bahwa saat menghadapi masalah, anak laki-laki bertindak seperti pria dewasa.

"Selama bertahun-tahun, psikolog populer bersikeras bahwa anak laki-laki maupun pria mau mengatakan masalah mereka, namun dikalahkan oleh rasa takut, atau malu terlihat lemah," kata Amanda J. Rose, profesor ilmu psikologi dan seni di Universitas Missouri College 

"Saat ketika meminta anak laki-laki menceritakan masalah, mereka mengekspresikan kecemasan berbeda dengan anak perempuan," ujar Rose.  Ia menambahkan, "Respon anak lak-laki menunjukkan, mereka merasa membicarakan masalah sama sekali tak berguna."

Para peneliti dari Universitas Missouri melakukan empat studi terpisah dan mengumpulkan informasi pada hampir 2.000 anak-anak dan remaja. Hasilnya cukup mengejutkan. Anak-anak perempuan mengatakan membicarakan masalah yang menimpa mereka membuat mereka merasa diperhatikan dan dimengerti.

Tetapi, anak laki-laki merasa berbicara tentang masalah mereka akan mengarah pada intimidasi. Mereka menghindari diskusi karena mereka merasa malu dan merasa aneh, serta membuang waktu.

Itu sebabnya, diperlukan pendekatan berbeda bagi para orang tua untuk mendekati anak perempuan dan laki-laki.  "Untuk anak laki-laki, sangat membantu menjelaskan pada mereka, bahwa membicarakan beberapa masalah tidak akan membuang waktu," kata Rose.
Meskipun demikian, orang tua tidak boleh memaksa agar anak curhat, sebab itu sangat membuat mereka merasa makin tidak aman.

Dan saat menghadapi anak perempuan, jangan membicarakan masalah mereka secara berlebihan karena akan mengarah pada depresi dan kecemasan. "Anak perempuan harus diberitahu, bahwa membicarakan masalah bukanlah satu-satunya cara mengatasinya, tapi bisa mendapat pemecahan lewat diskusi," ucapnya seperti dikutip dari Shine.